Sinar matahari pagi membuyarkan mimpiku, menerobos di celah gorden, menembus pekatnya kamar yg tak pernah rapi. Dinginnya pagi di kota kembang sungguh menusuk kalbu, sangat berbanding terbalik dgn kota asalku. Kulihat jam dinding, tak kusangka jarum pendek berada pada angka 9, jarum panjang pada angka 12 tepat dan jarum satunya lg terus saja berputar tak peduli apapun yg terjadi. Terlambat lg aku pergi ke kampus. Sebenarnya jarak dari tempat kost ke kampus tidak terlalu jauh hanya sekitar 15 menit, hanya saja banyak rintangan yg harus dilalui di jalan sana. Kemacetan menjadi teman setia di kota ini, belum lg padatnya kendaraan dan angkutan umum yg menambah parah keadaan. Setelah siap menuju kampus segera ku tancap gas motorku, 'si merah' yg setia menemaniku sejak masih duduk di bangku SMP.
Total waktu terlambatku 45 menit, ku percepat langkahku menuju kelas. Di depan kelas kulihat Luna berdiri, gadis yg cantik dan manis, aku cukup dekat mengenalnya.
'kenapa gak masuk?', tanyaku pada Luna.
'nunggu teman supaya masuknya bareng', jawab Luna.
'ya sudah ayo masuk', ajakku.
Kulihat dari jendela, dosen sedang asik memberikan materi. Aku dan Luna pun memberanikan diri masuk kelas.
'Permisi pak', sapaku dan Luna kepada dosen pengajar.
'ya silahkan', jawab sang dosen.
Ketika aku hendak menuju kursi kosong, dosen berkata,
'yg terlambat tolong di tutup pintunya..'.
Langsung ku tutup pintu itu.
'..tapi dari luar, dan yg terlambat satunya lg tolong temani temanmu itu menutup pintu diluar'.
Sungguh halus cara dosen itu mengusirku dari kelas, perlu ku tiru jika kelak aku menjadi dosen. Akhirnya aku dan Luna terpaksa menghabiskan materi pertama di kantin.
Tidak terasa matahari mulai codong ke ufuk barat, dan kuliah hari ini pun selesai. Aku sengaja tidak langsung pulang ke tempat kost, kuhabiskan sisa waktu menyendiri di taman kampus.
'hei! Kenapa melamun?', teguran Luna membuyarkan lamunanku.
'Pasti ngelamun jorok!', tambahnya disela dengan tawa.
'enak saja! Hanya sedang ingat sahabat di masa lalu', jawabku.
'ohh pasti sedang ingat Rian yah?', Luna berusaha menebak lamunanku. Aku memang pernah bercerita tentang Rian kepada Luna.
'pulang yuk', Luna mengajakku pulang.
'baiklah tp tanggung 1 batang lg', jawabku.
Setelah iblis putih batang terakhir kuhisap, kami pun pulang. Kami memang sering pulang bersama karena kost an ku satu arah dgn rumahnya. Sesampainya di rumah Luna, ia mengajakku mampir, namun karena penat yg membelenggu jiwaku seharian ini aku pun memutuskan u/ langsung pulang.
Lelah rasanya hari ini, usai pulang kuliah aku hanya berbaring di kasur. Tak terasa adzan isya berkumandang, ternyata lagi-lagi 5 waktu kulewatkan begitu saja. Akhir-akhir ini kejenuhan menghinggapiku, aku merasa kehilangan hari-hari, jati diri sepertinya pergi, bayangan yg dulu selalu menemani saat gelap kini telah tiada. Besok tidak ada kuliah, kuputuskan u/ istirahat di rumah menemukan kembali semangat mahasiswa baru kuliah. Tp ada pesan singkat masuk ke ponsel ku, ternyata dari Luna. Ia mengajakku menemaninya mencari buku lama karangan Soe Hok Gie 'Catatan Seorang Demonstran' dan 'Lentera Merah'. Sungguh buku yg tidak mungkin dibeli di toko buku-buku baru. Akhirnya aku menyetujui ajakan Luna, kuhapuskan niatku menyendiri di kamar seharian penuh esok hari.
Fajar menyingsing, tawa sang mentari memberikan corak pelangi pada butiran embun yg terkontamisi seiring jaman. Ku bergegas menuju rumah Luna.
'maaf terlambat, lupa pasang alarm', alasanku pada Luna.
'tak apa, memang kamu sudah biasa terlambat', jawab Luna mengejekku.
Seharian penuh kami mencari buku usang itu, dan akhirnya hanya buku 'Catatan Seorang Demostran' yg berhasil di temukan. Surya mulai tenggelam, langit biru mulai memasuki senja. Ku ajak Luna makan malam di lesehan simpang jalan, malu rasanya mengajaknya makan malam di tempat seperti ini, namun bagaimana lagi inilah yg aku bisa sekarang.
'maaf yah makan malamnya di tempat seperti ini', kataku pada Luna.
'tak apa, lebih enak begini sambil menikmati pemandangan kehidupan jalanan', jawab Luna.
Sebenarnya sudah lama aku menaruh perasaan pada Luna, entah perasaan cinta atau hanya suka karena rasa simpatiknya padaku. Namun aku melihat keadaan, aku hanya mahasiswa urakan yg hidup apa adanya. Sedangkan Luna adalah anak seorang pejabat di pemerintahan. Tak mungkin aku bisa menghabiskan sisa hidupku bersama Luna, walau sebenarnya hati nuraniku tak bisa di ajak bohong u/ berharap.
Selesai makan malam ku antar Luna pulang. Di depan rumahnya terparkir mobil sport mewah berwarna hitam dengan lambang kuda jingkrak, terlihat kedua orang tua Luna sedang berbincang-bincang di teras depan dengan seorang lelaki berpakaian rapih, tampaknya anak baik-baik dari keluarga kerajaan, entah kerajaan mana. Cukup merasa tersingkir aku saat itu, aku hanya bermodal motor bobrok yg prestasinya adalah bebas tilang dan lolos dari razia aparat kepolisian.
'siapa itu?', tanyaku pada Luna.
'anak temannya papa', jawab Luna.
Dengan sedikit basa basi aku langsung pulang. Tatapan orang tua Luna seakan mengatakan 'sampah masyarakat dilarang masuk!'.
Cukup lelah aku hari ini, sesampai di kamar langsung ku rebahkan tubuhku memasuki alam mimpi. Sinar matahari akhirnya membangunkanku. Hari sudah siang, tak ada semangat kuliah hari ini. Banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari Luna di ponselku, menanyakan dimana
Seharian penuh aku merenung, menikmati hembusan nafas di tengah kepulan asap. Mulai terpikir di benakku, mungkin penat yg hinggap selama ini tentang perasaanku pada Luna. Aku berniat mengutarakannya, aku tak perlu jawaban, yg ku ingin hanya jiwa ini tenang. Namun rasanya sulit, sudah lama aku tak mengutarakan perasaan kepada wanita karena aku sulit u/ jatuh cinta, entah kelainan atau kebodohan semata. Akhirnya ku hubungi Luna, ku ajak makan malam diluar. Ku jemput Luna di kampus dan kami langsung menuju tempat makan kemarin.
'katanya ada yg ingin dibicarakan?', Luna membuka obrolan.
'iah, tp bingung harus mulai darimana?', jawabku.
'memangnya tentang apa?', tanya Luna.
'tentang cinta', jawabku singkat.
'Luna, sebenarnya...
Tak sanggup rasanya lidah ini merangkai kata. Namun akhirnya kubiarkan kata-kata mengalir dgn sendirinya dari hatiku. Ku ungkapkan semua perasaanku pada Luna. Tp aku sadar keadaanku, alasanku hanya mampu memendam perasaan ini. Kuceritakan semua masa lalu kelam yg pernah ku alami, menjadi seorang pesakitan (pemakai narkoba), pemabuk, berandalan, dan lain-lain yg merusak generasi bangsa. Dan Luna menjawab. .
'aku jg cinta padamu, aku tidak melihatmu dari satu sisi. Aku melihatmu dari sisi aku merasa nyaman bersamamu'.
'tp aku tidak pantas u/ mu, apa kata orang tuamu nanti anak gadisnya berpacaran bahkan kalau jodoh menikah dgn orang sepertiku?', jawabku.
'aku yakin kamu bisa berubah, aku tahu jati dirimu tidak bisa dirubah, tp pasti bisa jadi lebih baik, dan aku akan menemanimu memperbaiki itu', jawab Luna.
Aku hanya bisa terdiam.
'kamu tahu lelaki yg kemarin?, tanya Luna.
'Hm, lantas?', tanyaku.
'orang tua kami saling menjodohkan anaknya, dan aku tidak menutup kemungkinan akan jatuh cinta padanya dan menerima lamarannya', jawab Luna.
'ayolah bersaing, buktikan pada orang tuaku bahwa kamu lebih baik!'.
Lagi-lagi aku hanya terdiam, hembusan angin malam menusuk kalbu. Namun lega rasanya mendengar pernyataan bahwa Luna jg mencintaiku. Ku akhiri malam ini, ku antar Luna pulang. Senyum manisnya memberiku semangat u/ berubah sedikit lebih baik.
Terdiam aku dalam kehampaan malam, hawa dingin menembus nadir membuyarkan paradigma tentang cinta. Aku tak mengerti. Pesan singkat dari Luna membuyarkan kehampaanku.
'Langit adalah sebuah kitab yg menyimpan berjuta rahasia, dan kita termasuk di dalamnya. Semua sudah tersusun rapi, sistematis, dan bergerak seiring waktu berjalan. Mungkin bagi mereka kau adalah yg patut dipertanyakan, tp bagiku kau adalah jawaban. Tanpa mencoba melangkah kau tidak akan pernah tahu dimana kau akan sampai. Aku akan selalu ada disampingmu dan akan selalu menunggumu u/ membawaku menemanimu menghabiskan sisa waktu'
Semakin tersudut aku dalam ruang, namun ada sedikit nyala cahaya dalam kegelapan. Aku terdiam, terbawa angan u/ berubah menjadi lebih bermakna.
Total waktu terlambatku 45 menit, ku percepat langkahku menuju kelas. Di depan kelas kulihat Luna berdiri, gadis yg cantik dan manis, aku cukup dekat mengenalnya.
'kenapa gak masuk?', tanyaku pada Luna.
'nunggu teman supaya masuknya bareng', jawab Luna.
'ya sudah ayo masuk', ajakku.
Kulihat dari jendela, dosen sedang asik memberikan materi. Aku dan Luna pun memberanikan diri masuk kelas.
'Permisi pak', sapaku dan Luna kepada dosen pengajar.
'ya silahkan', jawab sang dosen.
Ketika aku hendak menuju kursi kosong, dosen berkata,
'yg terlambat tolong di tutup pintunya..'.
Langsung ku tutup pintu itu.
'..tapi dari luar, dan yg terlambat satunya lg tolong temani temanmu itu menutup pintu diluar'.
Sungguh halus cara dosen itu mengusirku dari kelas, perlu ku tiru jika kelak aku menjadi dosen. Akhirnya aku dan Luna terpaksa menghabiskan materi pertama di kantin.
Tidak terasa matahari mulai codong ke ufuk barat, dan kuliah hari ini pun selesai. Aku sengaja tidak langsung pulang ke tempat kost, kuhabiskan sisa waktu menyendiri di taman kampus.
'hei! Kenapa melamun?', teguran Luna membuyarkan lamunanku.
'Pasti ngelamun jorok!', tambahnya disela dengan tawa.
'enak saja! Hanya sedang ingat sahabat di masa lalu', jawabku.
'ohh pasti sedang ingat Rian yah?', Luna berusaha menebak lamunanku. Aku memang pernah bercerita tentang Rian kepada Luna.
'pulang yuk', Luna mengajakku pulang.
'baiklah tp tanggung 1 batang lg', jawabku.
Setelah iblis putih batang terakhir kuhisap, kami pun pulang. Kami memang sering pulang bersama karena kost an ku satu arah dgn rumahnya. Sesampainya di rumah Luna, ia mengajakku mampir, namun karena penat yg membelenggu jiwaku seharian ini aku pun memutuskan u/ langsung pulang.
Lelah rasanya hari ini, usai pulang kuliah aku hanya berbaring di kasur. Tak terasa adzan isya berkumandang, ternyata lagi-lagi 5 waktu kulewatkan begitu saja. Akhir-akhir ini kejenuhan menghinggapiku, aku merasa kehilangan hari-hari, jati diri sepertinya pergi, bayangan yg dulu selalu menemani saat gelap kini telah tiada. Besok tidak ada kuliah, kuputuskan u/ istirahat di rumah menemukan kembali semangat mahasiswa baru kuliah. Tp ada pesan singkat masuk ke ponsel ku, ternyata dari Luna. Ia mengajakku menemaninya mencari buku lama karangan Soe Hok Gie 'Catatan Seorang Demonstran' dan 'Lentera Merah'. Sungguh buku yg tidak mungkin dibeli di toko buku-buku baru. Akhirnya aku menyetujui ajakan Luna, kuhapuskan niatku menyendiri di kamar seharian penuh esok hari.
Fajar menyingsing, tawa sang mentari memberikan corak pelangi pada butiran embun yg terkontamisi seiring jaman. Ku bergegas menuju rumah Luna.
'maaf terlambat, lupa pasang alarm', alasanku pada Luna.
'tak apa, memang kamu sudah biasa terlambat', jawab Luna mengejekku.
Seharian penuh kami mencari buku usang itu, dan akhirnya hanya buku 'Catatan Seorang Demostran' yg berhasil di temukan. Surya mulai tenggelam, langit biru mulai memasuki senja. Ku ajak Luna makan malam di lesehan simpang jalan, malu rasanya mengajaknya makan malam di tempat seperti ini, namun bagaimana lagi inilah yg aku bisa sekarang.
'maaf yah makan malamnya di tempat seperti ini', kataku pada Luna.
'tak apa, lebih enak begini sambil menikmati pemandangan kehidupan jalanan', jawab Luna.
Sebenarnya sudah lama aku menaruh perasaan pada Luna, entah perasaan cinta atau hanya suka karena rasa simpatiknya padaku. Namun aku melihat keadaan, aku hanya mahasiswa urakan yg hidup apa adanya. Sedangkan Luna adalah anak seorang pejabat di pemerintahan. Tak mungkin aku bisa menghabiskan sisa hidupku bersama Luna, walau sebenarnya hati nuraniku tak bisa di ajak bohong u/ berharap.
Selesai makan malam ku antar Luna pulang. Di depan rumahnya terparkir mobil sport mewah berwarna hitam dengan lambang kuda jingkrak, terlihat kedua orang tua Luna sedang berbincang-bincang di teras depan dengan seorang lelaki berpakaian rapih, tampaknya anak baik-baik dari keluarga kerajaan, entah kerajaan mana. Cukup merasa tersingkir aku saat itu, aku hanya bermodal motor bobrok yg prestasinya adalah bebas tilang dan lolos dari razia aparat kepolisian.
'siapa itu?', tanyaku pada Luna.
'anak temannya papa', jawab Luna.
Dengan sedikit basa basi aku langsung pulang. Tatapan orang tua Luna seakan mengatakan 'sampah masyarakat dilarang masuk!'.
Cukup lelah aku hari ini, sesampai di kamar langsung ku rebahkan tubuhku memasuki alam mimpi. Sinar matahari akhirnya membangunkanku. Hari sudah siang, tak ada semangat kuliah hari ini. Banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari Luna di ponselku, menanyakan dimana
Seharian penuh aku merenung, menikmati hembusan nafas di tengah kepulan asap. Mulai terpikir di benakku, mungkin penat yg hinggap selama ini tentang perasaanku pada Luna. Aku berniat mengutarakannya, aku tak perlu jawaban, yg ku ingin hanya jiwa ini tenang. Namun rasanya sulit, sudah lama aku tak mengutarakan perasaan kepada wanita karena aku sulit u/ jatuh cinta, entah kelainan atau kebodohan semata. Akhirnya ku hubungi Luna, ku ajak makan malam diluar. Ku jemput Luna di kampus dan kami langsung menuju tempat makan kemarin.
'katanya ada yg ingin dibicarakan?', Luna membuka obrolan.
'iah, tp bingung harus mulai darimana?', jawabku.
'memangnya tentang apa?', tanya Luna.
'tentang cinta', jawabku singkat.
'Luna, sebenarnya...
Tak sanggup rasanya lidah ini merangkai kata. Namun akhirnya kubiarkan kata-kata mengalir dgn sendirinya dari hatiku. Ku ungkapkan semua perasaanku pada Luna. Tp aku sadar keadaanku, alasanku hanya mampu memendam perasaan ini. Kuceritakan semua masa lalu kelam yg pernah ku alami, menjadi seorang pesakitan (pemakai narkoba), pemabuk, berandalan, dan lain-lain yg merusak generasi bangsa. Dan Luna menjawab. .
'aku jg cinta padamu, aku tidak melihatmu dari satu sisi. Aku melihatmu dari sisi aku merasa nyaman bersamamu'.
'tp aku tidak pantas u/ mu, apa kata orang tuamu nanti anak gadisnya berpacaran bahkan kalau jodoh menikah dgn orang sepertiku?', jawabku.
'aku yakin kamu bisa berubah, aku tahu jati dirimu tidak bisa dirubah, tp pasti bisa jadi lebih baik, dan aku akan menemanimu memperbaiki itu', jawab Luna.
Aku hanya bisa terdiam.
'kamu tahu lelaki yg kemarin?, tanya Luna.
'Hm, lantas?', tanyaku.
'orang tua kami saling menjodohkan anaknya, dan aku tidak menutup kemungkinan akan jatuh cinta padanya dan menerima lamarannya', jawab Luna.
'ayolah bersaing, buktikan pada orang tuaku bahwa kamu lebih baik!'.
Lagi-lagi aku hanya terdiam, hembusan angin malam menusuk kalbu. Namun lega rasanya mendengar pernyataan bahwa Luna jg mencintaiku. Ku akhiri malam ini, ku antar Luna pulang. Senyum manisnya memberiku semangat u/ berubah sedikit lebih baik.
Terdiam aku dalam kehampaan malam, hawa dingin menembus nadir membuyarkan paradigma tentang cinta. Aku tak mengerti. Pesan singkat dari Luna membuyarkan kehampaanku.
'Langit adalah sebuah kitab yg menyimpan berjuta rahasia, dan kita termasuk di dalamnya. Semua sudah tersusun rapi, sistematis, dan bergerak seiring waktu berjalan. Mungkin bagi mereka kau adalah yg patut dipertanyakan, tp bagiku kau adalah jawaban. Tanpa mencoba melangkah kau tidak akan pernah tahu dimana kau akan sampai. Aku akan selalu ada disampingmu dan akan selalu menunggumu u/ membawaku menemanimu menghabiskan sisa waktu'
Semakin tersudut aku dalam ruang, namun ada sedikit nyala cahaya dalam kegelapan. Aku terdiam, terbawa angan u/ berubah menjadi lebih bermakna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar